“Ada batu-batu berharga di sekitar kita yg akan mengubah
jalur dunia karena mereka dapat melihat dunia dengan cara berbeda. Pikiran
mereka unik & tidak setiap orang mengerti mereka. Mereka membalikkan.
Kemudian mereka muncul sebagai pemenang dan dunia terkejut”
Kita semua tentu mengenal nama-nama hebat seperti Leonardo
Da Vinci, Pablo Picasso, Albert Einstein, Alexander Graham Bell, Thomas Alva
Edison, Agatha Christie dan Walt Disney. Nama-nama besar ini hingga kini masih
sering disebut dunia karena prestasi yang mereka goreskan dalam kanvas
peradaban dunia, meskipun mereka telah ratusan dan puluhan tahun meninggal
dunia. Semua orang tentu mengenal karya-karya hebat mereka tetapi hanya sedikit
dari kita yang tahu tentang kelemahan yang mereka alami. Mereka semua ternyata
memiliki satu kelainan yang disebut dengan Dyslexia.
Bagi Albert Einstein huruf yang tertulis di kertas terlihat
menari-nari dalam pandangannya. Pablo Picasso tidak bisa membedakan antara
angka 7 dengan bentuk hidung pamannya. Leonardo Da Vinci memiliki tulisan yang
terbalik, yang baru dapat dibaca dengan jelas ketika dibaca dengan menggunakan
cermin. Penulis novel hebat sepanjang masa Agatha Christie bahkan mengalami
kesulitan dalam membaca dan menulis. Sungguh sebuah keajaiban tentunya, masih
banyak lagi nama-nama besar lainnya yang mengalami kelainan dyslexia tetapi
memberikan kontribusi hebat bagi dunia.
Dyslexia, Guru Dan Metode Yang Tepat.
Kisah menarik tentang seorang anak yang menderita dyslexia
diceritakan dengan baik oleh Film Taree Zameen Par. Jika diterjemahkan secara
bebas, judul film ini memiliki makna bintang kecil di bumi. Film besutan aktor
India Amir Khan ini tidak hanya bercerita tentang seorang anak dyslexia tetapi
juga memiliki pelajaran moral yang baik dalam pendidikan – mendidik untuk
memanusiakan manusia. Film ini menceritakan seorang anak bernama lshaan (Nandkishore
Awasthi) yang menderita dyslexia. Kelainan yang dideritanya ternyata tidak
diketahui oleh kedua orang tuanya hingga Ishaan dididik di sekolah asrama dan
mendapatkan guru yang memang memahami keterbatasan tersebut.
Apakah
sebenarnya dyslexia? Dyslexia merupakan keterbatasan yang dimiliki oleh
seseorang yang mempengaruhi kemampuannya dalam bahasa lisan dan tulisan.
Keterbatasan ini juga menyebabkan mereka sulit untuk memahami sesuatu,
mengingat, mengorganisasikan dan menggunakan simbol-simbol verbal. Dyslexia
tidak ada hubungannya dengan keterbatasan intelektual, karena dyslexia dapat
terjadi pada individu dengan berbagai tingkat kecerdasan. Bahkan penelitian
ilmiah juga menemukan adanya keterkaitan yang positif antara dyslexia dengan
tingkat kecerdasan di atas rata-rata.
Berbagai kesulitan dialami oleh orang tua Ishaan ketika
mereka harus mendidiknya. Orang tuanya pun akhirnya mengirimkannya ke sekolah
asrama karena Ishaan telah dua tahun tidak naik kelas di sekolah sebelumnya.
Ishaan amat sulit untuk melakukan perhitungan matematis, membaca dan menulis.
Namun demikian ia memiliki kemampuan imajinasi yang tinggi. Hal ini terlihat
dari lukisan-lukisan yang ia buat. Orang tua Ishaan tidak menyadari hal
tersebut. Mereka selalu memaksakan agar Ishaan mendapatkan prestasi yang baik
di sekolahnya agar kelak ia mampu bersaing dalam kehidupan di masyarakat. Rasa
frustasi pun muncul dalam diri mereka berdua ketika mereka tak juga berhasil
membuat Ishaan berubah. Proses pendidikan yang dialami oleh Ishaan di sekolah
berasrama semakin membuatnya tertekan. Keteraturan, kedisiplinan dan ketiadaan
kasih sayang dari kedua orang tuanya semakin meruntuhkan rasa percaya dirinya.
Tipe-tipe guru yang memaksakan kehendak dan menekan siswa untuk selalu
berprestasi di kelas semakin membuat Ishaan tertekan. Hingga pada akhirnya
muncul seorang guru bernama Ram Shankar Nikumbh. Guru menggambar yang membuat
segala sesuatunya menjadi berbeda.
Guru Nikumbh berhasil menumbuhkan kepercayaan diri Ishaan
dan kemampuannya untuk melukis kembali. Nikumbh juga memberikan informasi yang
detail kepada kedua orang tua Ishaan tentang kelainan dyslexia yang dimiliki
oleh anaknya. Komunikasi ini juga dilakukannya kepada managemen sekolah untuk
memberikan perlakuan yang khusus kepada Ishaan. Ishaan diberikan fasilitas
untuk mendapatkan ujian secara lisan, mengingat kemampuannya menulisnya masih
terkendala. Nikumbh sendiri sebenarnya juga penderita dyslexia yang berhasil
mengatasi keterbatasan tersebut karena mendapatkan guru dan metode pembelajaran
yang tepat. Pemahaman yang baik tentang dyslexia dan kesabarannya dalam
mendidik Ishaan membuahkan hasil yang luar biasa. Kemampuan melukis Ishan
menjadi semakin baik, dan ia juga berhasil membuat Ishan bisa membaca, menulis,
berhitung dan mengingat urutan-urutan huruf, kata dan kalimat dengan baik.
Pendidikan Yang Memanusiakan Manusia
Saya jadi teringat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Prof. Yohannes Surya, beliau mengatakan Anak-anak akan menjadi luar biasa jika diberikan guru yang hebat dengan metode yang tepat. Film yang saya kemukakan di atas merupakan paparan atas apa yang terjadi di dunia nyata. Selain film Taree Zameen Par, ada beberapa film dengan tema pendidikan yang menarik untuk disimak seperti Monalisa Smile dan 3 Idiot. Dari ketiga film tersebut dapat ditarik benang merah, bahwa pendidikan yang sesungguhnya adalah membuat manusia merdeka untuk berfikir dengan segala kreatifitas yang dimilikinya. Namun demikian pendidikan kita saat ini secara umum lebih menekankan pada prestasi akademik dan cenderung dogmatis. Model pendidikan seperti ini jelas tidak akan mampu menggali potensi-potensi anak seperti Ishaan yang menderita dyslexia. Padahal sebenarnya jika dikelola dengan baik, anak seperti ini justru yang akan menjadi penerus-penerus Albert Einstein, Stephen Hawking, dan ilmuwan-ilmuwan hebat lainnya.
Siswa yang hebat adalah mereka yang mampu mendapat nilai 100, 90, 80. Seringkali berbagai kesalahan tidak ditoleransi oleh guru-guru ataupun dosen-dosen ketika mereka menyampaikan materi pelajaran atau kuliahnya. Tak jarang juga, para pendidik tersebut memaksakan gaya belajar mereka kepada siswa mereka. Mereka lupa bahwa setiap orang memiliki keunikan masing-masing. Setiap manusia diciptakan Tuhan dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Ada kelebihan dan tentu mereka memiliki kekurangan.
Banyak guru dan dosen bertindak seperti ulama besar, semua kata yang disampaikan harus ditiru, jawaban ujian harus sama persis dengan apa yang tercantum di dalam buku teks. Jawaban yang berbeda dari apa yang tercantum di buku teks atau apa yang telah disampaikan adalah haram! Mereka tidak mentolerir pemikiran-pemikiran yang berbeda. Inikah yang dinamakan pendidikan dan ilmu pengetahuan? Aneh !!, mendidik mengharuskan semua pemikiran sama dan ilmu pengetahuan dianggap seperti agama. Ilmu pengetahuan itu berkembang terus dalam hitungan waktu, bersifat dinamis dan selalu berubah. Ilmu pengetahuan dapat berkembang karena kritik. Apakah seperti itu mendidik? Gaya seperti itu tidak akan dapat membuat siswa atau mahasiswa menjadi paham. Mereka hanya pandai menghafal. Nilai mereka mungkin bisa bagus tapi hanya sebatas hafalan, mereka jelas tidak
Pendidikan sebenarnya adalah proses untuk mengarahkan agar individu menjadi apa yang mereka bisa lakukan dan menjadi. Pendidikan bukan untuk memaksakan atas apa yang mereka tidak ingin lakukan dan menjadi. Adalah sangat tidak tepat untuk mengajarkan monyet terbang di angkasa atau mengajarkan lumba-lumba memanjat pohon. Mendidik adalah proses memanusiakan manusia, supaya mereka bisa hidup dengan potensi yang mereka miliki. Materialisme dalam kehidupan terkadang juga telah membutakan hati para orang tua untuk selalu menuntut anaknya selalu berprestasi, mencapai nilai yang tinggi dari sisi akademis agar kelak anaknya mampu bersaing dalam kehidupan. Tetapi mereka lupa untuk memanusiakan anak-anaknya. Kasih sayang hanya diberikan jika anak-anaknya berhasil mendapatkan nilai yang bagus, tetapi cacian datang bertubi-tubi ketika anaknya terpuruk.
Begitu juga dengan mereka-mereka yang disebut sebagai pendidik, terkadang mereka lupa memanusiakan anak didiknya. Seorang teman pernah bercerita pengalamannya memiliki seorang dosen yang pekerjaannya hanya mencaci dan memaki kesalahan mahasiswanya. Baginya kesalahan adalah aib yang memalukan. Baginya tidak ada pertanyaan yang baik, setiap pertanyaan selalu mendapatkan celaan. Tipe pendidik seperti apakah dosen itu? Sudahkah ia merasa dirinya begitu hebat dengan gelar dan prestasi yang ia miliki? Untuk guru-guru dan dosen-dosen yang berperilaku seperti ini, sebaiknya anda mengajar di padang bebatuan saja. Niscaya batu-batupun lama kelamaan akan pecah mendengar umpatan-umpatan, dan cacian Anda tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar